16 Desember 2014

CINTA ITU KESETIAAN

CINTA ITU KESETIAAN
Ini cerita nyata , kisan dari se orang pemuda yang menjalin hubunga



“Ya ampun. Kok hari ini tugasnya makalah semua. Jadi ribet ini bawanya.” Talitha menggerutu di sepanjang perjalanan menuju perpustakaan. Sesekali Ia membenahi letak tumpukan makalah di tangan kirinya. Tak disangka saat Talitha membenahi makalahnya untuk kesekian kali, tubuhnya membentur sesosok tubuh di hadapannya yang berhenti tiba-tiba. Makalah Talitha berserakan.
“Yah jatuh! Huft..” Talitha mempoutkan bibirnya lucu lalu berjongkok memunguti semua makalah yang jatuh tak jauh darinya.
“Maaf ya.” cowok yang tadi membuat makalahnya terjatuh kini ikut berjongkok membantunya. Talitha mendongak dan mengangguk polos.
“Talitha Kirani. Tingkat I.” cowok itu mengeja nama dan tingkat yang tertera di salah satu makalah Talitha. “Gak apa-apa kan, Dek?” lanjutnya.
“Gak apa-apa kok. Kak Samuel?” Talitha tersenyum tipis lalu berdiri dan mengambil alih makalah dari tangan
“Iya. Samuel…”
“Samuel Andra Winata. Tingkat 3 Fakultas Kedokteran. Forward andalan tim basket putra UHO dan cadangan center tim basket putra Provinsi Sulawesi Tenggara. Cowok keturunan Manado-Chinese. Cowok paling populer di UHO. Right?” Samuel tertawa renyah mendengar rentetan kalimat yang keluar dari bibir mungil Talitha.
“Segitu populernya ya, Dek? Kayaknya enggak deh. Aku kan bukan artis, Dek.” Talitha mengangkat bahu dan berlalu. Samuel mengikuti langkah Talitha.
“Kata Dina sih gitu. Dina kan ngefans sama kakak.” Samuel menggelengkan kepala. Dia nggak suka ada yang ngaku-ngaku fansnya. Talitha menghentikan langkahnya, membuat Samuel terpaku kebingungan. Talitha berbalik dengan senyum lebar yang merekah di bibirnya.
“Aku manggilnya Kak Sammy aja ya?” Samuel terdiam. Sedetik kemudian tawanya meledak. Membuat Talitha dan belasan mahasiswi yang berada di sekitar terpesona. Wajahnya itu lohh, cute abis!! Tersadar kalau dirinya menjadi pusat perhatian, Samuel tersipu malu dan menutup bibirnya. Kini giliran Talitha yang terkikik geli.
“Kak Sammy ucul kalau lagi malu. Pipinya jadi pink-pink gitu ihh~ Gemess.” spontan Talitha mencubit pipi Samuel. Untuk beberapa saat Samuel terpaku merasakan getaran-getaran halus yang mencuat dari dalam hatinya. Talitha tak menyadari perubahan pada wajah Samuel. Ia masih saja mengomentari pipi Samuel yang merona.
Samuel menggelengkan kepala aneh. Salah tingkah tepatnya. Untungnya, Prof. Abdillah menyelamatkannya.
“Samuel, ngapain kamu masih di sini? Saya mau masuk ke kelas tingkat 2. Jangan coba-coba biarkan saya mengajar sendiri tanpa assisten ya!” Samuel nyengir menunjukkan deretan giginya yang rapi dan putih. Professor Abdillah memang meng-istimewa-kan Samuel. Bukan karena Samuel popular, tapi IP Samuel selalu jadi yang paling tinggi di antara teman-teman seangkatannya. Yang paling penting, Samuel adalah Assisten Prof. Abdillah.
“Talitha Kirani, kamu ngapain liatin saya begitu? Naksir?” Talitha mengangkat 2 jari sekaligus memasang wajah sakit perut. Ekspresi wajah yang sukses membuat dosen over PD yang berumur setengah abad lebih itu tersenyum sinis.
“Engg. Saya permisi ya, Professor. Kak Sammy, aku pergi dulu ya. See ya, brotha!” Talitha melangkahkan kaki menuju tujuan utamanya, perpustakaan.
Samuel mendriblle bola basket dengan penuh perasaan. Bayangan Talitha menari-nari di benaknya. Tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman seraya menggelengkan kepala. Tapi, Samuel tak sadar jika ia mengeluarkan senyuman mautnya di tempat yang salah.
“Aaaaa… Kak Samuel senyum. I LOVE YOU SO MUCH, Kak!!”
“Kak Samuel!! Please be mine, kak.”
Samuel ternganga. Bola basketnya menggelinding entah kemana. Teriakan tadi menyadarkannya akan sesuatu. Gadis-gadis ababil itu! Oh Tuhan, ia harus segera menyingkir dari lapangan basket sebelum gadis-gadis itu menggila lagi seperti saat latihan kemarin. Samuel bergegas melangkahkan kaki panjangnya ke mana saja, yang penting jauh dari gadis-gadis tak waras yang setiap hari menggodanya dari sekitar lapangan basket.
“Kak Sammy!” suara manis nan merdu terdengar dari balik punggungnya. Talitha. Langkahnya terhenti. Samuel tersenyum memikirkan bagaimana bisa suara gadis yang baru saja ia dengar tadi pagi sudah bisa ia hafal di luar kepala. Ia berbalik menatap Talitha yang sedang mengatur nafas. Tampaknya Talitha berlari mengejar Samuel dengan kakinya yang mungil.
“Kak Sammy jalannya cepet banget ihh~ Coba kaki aku panjang-panjang kayak kakinya kakak.” Talitha sibuk mengaduk-aduk tasnya dan sesekali membenahi poninya yang menutupi mata.
“Hehe. Sory, Tha. Aku lagi kabur dari temen-temen kamu yang ababil itu tuh. Nyari tissue ya? Pake ini aja, Tha.” Samuel menjulurkan handuk kecil yang sedari tadi dipegangnya. Talitha nyengir kuda. Tangannya terulur mengambil handuk yang ditawarkan Samuel padanya.
“Kak Sammy nggak suka ya sama cewek-cewek itu? Pantes aja kak Sammy pergi. Padahal aku lagi fokus liat kak Sammy latihan sendiri. Emang kenapa sih, kak? Mereka kan cantik en modis. Cocok sama kakak.” Talitha mengeluarkan unek-uneknya tanpa menyadari raut muka Samuel yang berubah masam.
“Kamu itu kecil-kecil udah kepo ya! Mana cerewet lagi.” Samuel mengacak gemas rambut Talitha.
“Enak aja bilangin aku masih kecil. Aku udah gede, Kak. Udah jadi mahasiswi ini.” protes Talitha.
Samuel terbahak. Tangannya meraih lengan Talitha lalu menyeretnya ke kantin. Sebagai permintaan maafnya, Samuel mengizinkan Talitha memesan makanan sepuasnya dan Samuel yang membayar.
5 bulan kemudian…
Samuel menatap jam tangan di pergelangan tangannya. Pukul 14.30. Samuel terkekeh menyadari kebodohannya. Ia dan Talitha janjian untuk bertemu pukul 15.00, tapi ia datang terlalu cepat. Rindunya akan tawa dan kekonyolan Talitha membuatnya linglung. Sudah 2 minggu ia tak pernah melihat wajah manis gadis yang sudah berhasil mengacaukan kerja system saraf otaknya itu. 2 minggu ini ia habiskan hanya untuk terfokus pada tim basket UHO. Dan 2 minggu ini, ia terpaksa hanya menekan kerinduan pada Talitha dengan bertukar kata via BBM.
Kling!
Samuel tersenyum. Gadis yang ada dalam pikirannya kini sedang melangkah menuju ke arahnya. Masih sama! Gaya berpakaian yang casual dan sporty tetap jadi ciri khas seorang Thalita. Samuel bahkan belum pernah melihat gadis itu berpenampilan fenimim. Gadis itu pernah bilang “Let me just to be me. Aku nyaman dan orang-orang yang menyayangiku juga nyaman.”
“Gimana IP kamu, Tha? Bagus? Kamu puas?” Samuel memberondong Talitha dengan pertanyaan begitu Talitha duduk di sebelahnya. Talitha hanya mengangguk. Sebuah senyum tercetak indah di bibir merahnya. Samuel balas tersenyum lega.
“Besok pagi free kan, Tha? Kamu nonton ya pertandingan final aku. Please, Tha!” Samuel menatap orang-orang yang berlalu lalang di sekitar Taman Kota. Pikirannya kembali ke beberapa hari yang lalu, saat Talitha selalu menolak menonton pertandingan basket antar provinsi se-Indonesia Timur yang digelar di Kendari. Samuel takut ia akan menerima jawaban yang mengecewakan lagi kali ini.
“Kak Sammy, kok diam? Jawaban aku salah lagi ya?”
“Eh. Apa yang salah? Emang kamu tadi jawab apa?” Samuel tergagap melihat Talitha menatapnya lekat-lekat. Debaran halus itu selalu muncul dalam dada Samuel ketika melihat cahaya yang memancar dari mata bulat yang indah milik Talitha.
“Kak Sammy kenapa sih? Kok aneh? Aku tadi bilang aku pasti datang.”
“Aku kangen kamu, Tha!”
Waktu seakan berhenti berputar. Tubuh Talitha menegang. Wajahnya memancarkan kepanikan yang amat sangat. Tapi sesegera mungkin ia menutupinya. Sementara Samuel ikut terdiam seolah merutuki bibirnya yang tidak bisa menahan kata-kata itu. Bodoh. Bodoh.
“Apa, kak?”
“Ah, enggak. Bukan apa-apa. Lupain aja, Tha. Btw aku harus pulang, Tha. Aku butuh istirahat. Kamu mau aku antar pulang sekalian?” Samuel menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Talitha menggeleng.
“Aku masih harus ke KONI, kak. Ada urusan. Kakak pulang aja duluan.”
“Ya udah. Kamu hati-hati ya. Besok harus datang!”
“Sipp, kak. Istirahat baik-baik.”
Samuel beranjak pergi dengan Honda CBR-nya setelah taksi yang membawa Talitha ke KONI meluncur ke tujuan.
“Udah ketemu Samuel, Tha?” Talitha mengangguk seraya menerima helm yang diberikan oleh cowok berpostur tegap dan berlesung pipi di hadapannya.
“Besok pertandingan finalnya kak Sammy, Gil. Temani aku nonton ya? Sekalian aku kenalin kamu sama kak Sammy.” Gilbar mengusap puncak kepala gadisnya lalu mengangguk. Cowok yang sudah hampir 3 tahun menemani Talitha itu baru tiba dari pendidikan militer sejak 4 hari yang lalu dan masih hobi berlatih renang. Jadilah Talitha selalu menemani kekasihnya ke KONI.
“Ayo naik. Aku antar kamu pulang ke kost kamu. Nanti malam kita jalan ya, Litha sayangku?” Gilbar mengedipkan matanya genit. Talitha terkekeh dan memukul lengan Gilbar. Dua sejoli yang sedang dimabuk rindu meninggalkan pelataran parkir KONI yang menjadi saksi bisu konyolnya tingkah mereka.
Samuel masih belum bisa memejamkan matanya walau jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.35. Bibirnya bergerak seolah sedang menghafal sesuatu.
“Tha, aku sayang kamu. Sejak pertama aku ketemu kamu, aku langsung suka cara kamu ketawa, senyum, marah. Semuanya. Would you be ma’ gal, Talitha?”
Samuel tertawa pelan. Senyumnya merekah membayangkan Talitha akan mengangguk atau menjawab “Yes, I will”. Menyadari Talitha selalu ada untuknya selama 6 bulan terakhir membuatnya berpikir tak bisa lagi bernafas tanpa gadis itu.
Perlahan Samuel mulai memejamkan matanya. Dadanya turun naik teratur. Samuel tertidur lelap di tengah kegelisahannya menunggu sang fajar menghiasi langit pagi.
“UHO. UHO. UHO.” teriakan terus bergema di dalam gedung tempat pertandingan berlangsung. Mata Samuel menatap penonton, berharap di salah satu kursi telah duduk gadis pujaan hatinya. Talitha. Samuel menghembuskan nafas kasar. Ia belum menemukan apa yang ia cari.
“Kak Sammy, semangat!!!” teriakan melengking khas Talitha merasuk ke dalam rongga telinga Samuel dan menyalurkannya ke saraf bibir yang membuat sebuah senyuman manis bertengger disana. Talitha melambaikan tangannya dengan semangat lalu kembali duduk.
“Siapa cowok yang duduk di sebelah Talitha? Keliatannya akrab. Hmm. Pasti sepupu atau sahabatnya. Think the positive, Sam. She’s will be yours. Fighting!” Samuel menyemangati dirinya sendiri dalam hati.
Pertandingan berlangsung sengit. Tim UNHAS ternyata lebih unggul daripada tim UHO. UNHAS memaksa UHO takluk dengan skor akhir 56-60.
Talitha menuju ruang ganti tim UHO dengan tergesa. Jantung Talitha nyaris mencelos ketika tepat di depan pintu, Samuel muncul tiba-tiba dengan wajah kusut.
“Kak Sammy mainnya bagus. Menang kalah itu biasa. Yang penting jangan putus asa aja, Kak. Be strong ya? Kalau semua urusan kakak udah selesai, temui aku di KopKit. Aku tunggu, Kak.” Talitha menepuk lengan Samuel pelan, menyalurkan semua semangat yang ia punya untuk orang yang sangat dekat dengannya itu. Talitha berbalik, melangkah meninggalkan Samuel yang masih terdiam. Samuel menahan pergelangan tangan Talitha, membuat gadis itu refleks berbalik dan mengeluarkan tatapan bingung.
“Aku sayang kamu, Tha.” Talitha tersenyum mendengar kata-kata tulus yang keluar dari bibir Samuel. Tanpa menjawab, Talitha meneruskan langkahnya dan menghilang di kerumunan pemain UNHAS yang akan segera kembali ke hotel.
Samuel melangkah mendekati Talitha yang sedang bercengkrama dengan ‘sepupu’-nya. Talitha belum menyadari Samuel berdiri di depan mereka.
“Talitha.” Talitha memandang lurus. Tampak olehnya Samuel berdiri dengan senyuman yang terus terlukis di wajahnya.
“Ayo duduk, Kak.” Samuel menurut, sesekali matanya melirik ‘sepupu’ Talitha. Talitha yang baru sadar langsung mengerti.
“Ohh. Iya, kak. Kenalin dulu. Ini Gilbar, tunangan aku. Dia baru pulang dari pendidikan 5 hari yang lalu. Gil, ini Kak Sammy. Dia yang selama ini bantu aku di kampus.” Gilbar menyodorkan tangannya ke arah Samuel. Samuel membalasnya ragu. Matanya menatap Talitha nanar.
“Bro, bisa minta tolong nggak? Antar Talitha pulang ya. Pagi ini aku harus piket soalnya, buru-buru nih.” Samuel mengangguk pasrah. Ini yang terakhir, pikirnya. Gilbar dan Talitha tersenyum sumringah.
Gilbar bergegas beranjak pergi dan mendaratkan sebuah kecupan hangat di kening Talitha. Darah Samuel bergejolak. Hatinya seakan tak rela melihat kemesraan yang ditunjukkan Gilbar pada Talitha. Setelah Gilbar menghilang dari pandangan Samuel dan Talitha, suasana hening.
“Kenapa nggak pernah ngomong, Tha?” Samuel menatap sendu cincin yang melingkar indah di jari manis Talitha. Samuel memilih buta daripada harus melihat kenyataan ini.
“Tentang apa, kak?”
“Apa kamu nggak pernah tau apa yang aku rasain, Tha? Aku sayang sama kamu lebih dari sekedar rasa sayang senior ke juniornya. Tapi ternyata kamu udah tunangan. Kenapa nggak ngomong dari awal, Tha? Aku jadi berharap sama kamu. Aku terlambat.”
“Kak Sammy, sory! Aku kenal Gilbar 3 tahun yang lalu. Aku dan dia udah lama bersama, kami udah terlalu dekat. Kami nggak bisa dipisahkan, kak. Aku itu Gilbar. Gilbar itu aku. Seandainya aku ketemu kakak sebelum aku ketemu Gilbar, mungkin aku bisa punya rasa yang sama dengan apa yang kakak rasain sekarang. Tapi sayang, rasaku cuma satu dan itu udah buat Gilbar.”
“Nggak apa-apa, Tha. Aku yang salah. Aku nggak pernah nanya apa kamu udah punya seseorang yang mengisi hati kamu. Aku hanya memikirkan bagaimana untuk terus memupuk rasa ini dan mengabaikan resikonya. Gilbar beruntung bisa dapat cewek langka kayak kamu, Tha. Harusnya kamu dimuseumkan aja.” Samuel dan Talitha tergelak dalam rinai airmata yang jatuh dari sudut mata masing-masing.
“Kak Sammy itu perfect. Kakak pantas bahagia dengan cewek yang lebih baik dari aku.”
Samuel menyesap cappuccino miliknya yang mulai dingin. Ia sadar, ia tak pernah berhak merebut Talitha yang begitu setia dari hati Gilbar. Samuel ingin bersikap jantan. Selama ini, ia tak pernah sedih jika kehilangan seorang gadis. Namun kali ini, hatinya perih. Talitha mungkin sudah menunjukkan setianya pada sang tunangan, tapi cinta Samuel pada Talitha pasti sulit untuk dikubur. Talitha menepuk lengan Samuel, mengajaknya untuk pulang. Sebelum memacu CBR-nya, Samuel menengadah menatap langit. Mendung. Semendung wajah dan hati Samuel.
Cerpen Karangan: Luh Ayu Ratnawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar